Pertama : Ketentuan
Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
- Bank
dan nasabah harus melakukan akad
murabahah yang bebas riba
- Barang
yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
- Bank
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
- Bank
membeli barang yang diperlukan
nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
- Bank
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara utang.
- Bank
kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga
jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
- Nasabah
membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
- Untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan atau
kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
- Jika
bank hendak mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip, menjadi
milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah
kepada Nasabah:
- Nasabah
mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
- Jika
bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
- Bank
kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya,
karena secara hukum janji ter sebut
mengikat; kemudian kedua belah
pihak harus membuat kontrak jual beli.
- Dalam
jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka
saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
- Jika
nasabah kemudian menolak membeli
barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka
tersebut.
- Jika
nilai uang muka kurang
dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa
kerugiannya kepada nasabah
- Jika
uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif
dari uang muka, maka
a. jika nasabah memutuskan untuk
membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
b. jika nasabah batal membeli, uang
muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang
ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka
tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:
- Jaminan
dalam murabahah dibolehkan,
agar nasabah serius dengan
pesanannya.
- Bank
dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat : Utang
dalam Murabahah:
- Secara
prinsip, penyelesaian utang nasabah
dalam transaksi murabahah tidak ada
kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang
tersebut. Jika nasabah menjual
kembali barang tersebut
dengan keuntungan atau kerugian, ia
tetap berkewajiban untuk
menyelesaikan utangnya kepada bank.
- Jika
nasabah menjual barang tersebut
sebelum masa angsuran berakhir, ia
tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
- Jika
penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus
menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh
memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima : Penundaan
Pembayaran dalam Murabahah:
- Nasabah
yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya
- Jika
nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan
pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang
sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
JUAL BELI SALAM ini adalah sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan
bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat
kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui
sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan
barang sejenis sesuai kesepakatan.
Ketiga : Ketentuan tentang Salam Paralel:
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad
kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada
Waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada
waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan
kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan
kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh
menuntut pengurangan harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih
cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak
tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak
rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali
uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.
Kelima : Pembatalan Kontrak:
Pada dasarnya pembatalan salam
boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak.
Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di
antara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui Badan
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
JUAL BELI ISTISHNA' ini adalah sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan
bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan
kesepakatan.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui
sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual
barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan
barang sejenis sesuai kesepakatan.
7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak
sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk
melanjutkan atau membatalkan akad.
Ketiga : Ketentuan Lain:
1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai
dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang
tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya
atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar