Selasa, 22 Mei 2012

Akuntansi Islam


PENDAHULUAN
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Menurut Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada konsep Akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu hanief yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Allah SWT. Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata ”Akuntansi Syariah” atau “Akuntansi Islam”, mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.

Konsep Dasar Teori Akuntansi Syariah
Secara normative masyarakat Muslim mulai mempraktikkan akuntansi berdasarkan perintah Allah dalam QS.Al-Baqarah [2] : 282, perintah ini sebenarnya bersifat universal dalam arti bahwa praktik pencatatan harus dilakukan dengan benar. Substansi dari perintah ini adalah : praktik pencatatan yang harus dilakukan dengan benar (adil dan jujur). Substansi perintah ini berlaku secara umum dan sepanjang masa. Yang terikat dengan substansi adalah bentuk itu sendiri, ketika substansi bersifat absolut maka bentuk cenderung lebih relativ memiliki kecenderungan untuk berubah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masanya. Yang dimaksud dengan bentuk di sini adalah metode pencatatan, teknik dan prosedur akuntansi, bentuk akuntansi yang ada di Amerika tentu akan berbeda dengan apa yang ada di Indonesia. Bentuk selalu dipengaruhi dengan objektif (sosial/ekonomi/budaya) oleh karenanya wajar jika bentuk akuntansi di setiap negara berbeda perintah normative yang ada di dalam Al-quran seharusnya dapat dipraktikkan di dalam akuntansi mengingat substansi dari perintah Al-Quran seperti tersebut di atas yang bersifat tetap, namun kemudian ada jarak yang terjadi ketika normative tidak sejalan dengan praktiknya mengingat sifat dari akuntansi itu sendiri yang sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan, pengguna, dan pelakunya.
Dalam konteks ini kita akan merterjemahkan perintah yang ada di dalam Al-Quran dalam rangka mengembangkan bentuk Akuntansi Syariah yang kemudian menunjukkan arah dalam praktik Akuntansi yang sesuai dengan syariah. Pembahasan mengenai Teori Akuntansi Syariah disini tidak dapat dilepaskan dari konteks  faith, knowledge, dan action. Teori akuntansi syariah (knowledge) di sini akan memandu dalam melakukan praktik akuntansi (action) dan dari keterkaitan ini maka keduanya juga tidak  boleh lepas dari unsur ketauhidan (faith). Dalam konteks tadi maka filosofis akuntansi syariah memiliki prinsip :
  1. Humanis  bearti memberikan suatu pengerian bahwa teori akuntansi syariah bersifat manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia dan dapat dipraktikkan oleh manusia dengan segala kemampuannya, dalam artian bahwa praktik akuntansi syariah tidak akan melampaui kemampuan manusia.
  2. Emansipatoris Artinya bahwa teori akuntansi syariah dapat memberikan perubahan dan perbaikan yang signifikan terhadap praktik akuntansi yang ada saat ini.
  3. Transdental maksudnya adalah bahwa teori akuntansi syariah dapat melintas batas disiplin ilmu akuntansi itu sendiri, dengan filosofis ini maka akuntansi syariah dapat memperkaya dirinya dengan disiplin-disiplin ilmu lain seperti : sosiologi, psikologi, antromologi dsb.
  4. Teologikal Dalam konteks ini akuntansi dipandang bukan hanya sebagai alat pengambilan keputusan-keputusan ekonomi semata namun juga sebagai pertanggungjawaban manusia kepada Tuhannya. Prinsip dasar dalam akuntansi syariah ini kemudian perlu diturunkan lagi ke dalam bentuk yang lebih konkret sebagai dasar pembentukan teori akuntansi syariah.
Secara sederhana konsep dasar teori akuntansi syariah ini kemudian menjelaskan bahwa teori akuntansi syariah merupakan instrument atau alat yang dapat dipraktikkan dalam kehidupansehari-hari, namun dalam konteks ini akuntansi syariah sebagai sebuah instrument bersifat fleksibel dan tidak kaku seperti besi sehingga dia dapat menyerap aspek-aspek non materi yangada disekitarnya termasuk aspek sosial, religious, budaya dan ekonomi sehingga praktik akuntansi disini lebih mudah dibangun dan diaplikasikan. Sebagai sebuah instrument yang fleksibel, teori akuntansi syariah membuat dirinya tidak  bersifat eksklusif namun menjadi lebih kritis terhadap teori dan praktik akuntansi modern yang ada, membuatnya dapat memberikan penilaian yang rasional terhadap kelemahan-kelemahan yang ada pada akuntansi modern. Sifat kritis dari akuntansi syariah terhadap akuntansi modern ini kemudian dapat membuatnya mendudukkan aspek-aspek materi dan non-materi yang ada di dalam transaksi ekonomi menjadi lebih adil.
Di dalam sifatnya yang transdental tadi maka teori akuntansi syariah akan mampu menyerap aspek-aspek yang ada di dalam disiplin ilu yang lain untuk dapat membangun dirinya termasuk nilai-nilai yang ada di dalam akuntansi modern itu sendiri sejauh nilai-nilai yang ada di dalam disiplin-disiplin tersebut tidak bertentangan Islam. Karena sifatnya yang fleksibel dan transdental tadi maka teori akuntansi syariah tidak menutup kemungkinan akan pengembangan pemikiran hanya pada sisi-sisi rasional tanpa memberi jalan untuk intusi berperan. Secara substantive teori akuntansi syariah dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam yangdiambil dari Al-Quran dan Hadist. Jadi dalam membangun dirinya maka akuntansi syariah akan berlandaskan kepada kedua hal tersebut
1.Humanis                   a.Instrumental            b.Socio-Economya
2.Emansipatoris         a.Critical                       b.Justice
3.Transdentala.          a.All-Inclusive             b.Rational-Intuitive
4.Teologikal                 a.Ethical                       b.Holistic Welfare

Dasar Hukum Akuntansi Syari’ah
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.

Sekilas Tentang Akuntansi Syari’ah
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Persamaan Akuntansi Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
a.    Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
b.   Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
c.    Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
d.   Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
e.    Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
f.    Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
g.   Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.

Perbedaan Akuntansi Islam dan Akuntansi Konvensional
1.      Perbedaan dari Segi Pengertiannya
           Akuntansi Islam lebih mengarah pada pembukuan, pendataan, kerja dan usaha, kemudian juga perhitungan dan perdebatan (tanya jawab) berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati, dan selanjutnya penentuan imbalan atau balasan yang meliputi semua tindaktanduk dan pekerjaan, baik yang berkaitan dengan keduniaan maupun yang berkaitan dengan keakhiratan.
           Akuntansi konvensional ialah seputar pengumpulan dan pembukuan, penelitian tentang keterangan-keterangan dari berbagai macam aktivitas

2.      Perbedaan dari Segi Tujuannya
            Akuntansi Islam bertujuan menjaga harta yang merupakan hujjah atau bukti ketika terjadi perselisihan, membantu mengarahkan kebijaksanaan, merinci hasil-hasil usaha untuk perhitungan zakat, penetuan hak-hak mitra bisnis dan juga membantu menetapkan imbalan dan hukuman serta penilaian evaluasi kerja dan motivasi
            Akuntansi konvensional menjelaskan utang piutang, untung rugi, sentral moneter dan membantu dalam mengambil ketetapan-ketetapan manajemen

3.      Perbedaan dari Segi Karakteristik
            Akuntansi Islam berdasarkan pada nilai-nilai akidah dan akhlak. Maka sudah menjadi tugas seorang akuntan untuk memberikan data-data dalam membantu orang-orang yang bersangkutan tentang sejauh mana hubungan kesatuan ekonomi dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat Islam dalam bidang muamalah.
Seorang akuntan muslim selalu sadar bahwa ia harus bertanggungjawab di hadapan Allah tentang pekerjaannya, dan ia tidak boleh menuruti keinginan pemilik modal (pemilik proyek) kalau ada langkah-langkah penyelewengan dari hukum Allah serta memutarbalikan fakta (data yang akurat)
Akuntansi konvensional didasarkan pada ordonansi atau peraturan-peraturan dan teori-teori yang dibuat oleh manusia yang memiliki sifat khilaf, lupa, keterbatasan ilmu dan wawasan. Maka konsep itu labil dan tidak permanen
Konsep, sistem, dan teknik akuntansi yang membantu suatu lembaga atau organisasi untuk menjaga agar tujuan fungsi dan operasionalnya berjalan sesuai dengan ketentuan syariah, dapat menjaga hak hal stakeholders yang ada di dalamnya, dan mendorong menjadi lembaga yang dapat encapai kesejahteraan hakiki dunia akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
xa.yimg.com/kq/groups/24927445/.../Sejarah+Akuntansi+Islam.doc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar