Selasa, 22 Mei 2012

Akuntansi Islam


PENDAHULUAN
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Menurut Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada konsep Akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu hanief yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Allah SWT. Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata ”Akuntansi Syariah” atau “Akuntansi Islam”, mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.

Konsep Dasar Teori Akuntansi Syariah
Secara normative masyarakat Muslim mulai mempraktikkan akuntansi berdasarkan perintah Allah dalam QS.Al-Baqarah [2] : 282, perintah ini sebenarnya bersifat universal dalam arti bahwa praktik pencatatan harus dilakukan dengan benar. Substansi dari perintah ini adalah : praktik pencatatan yang harus dilakukan dengan benar (adil dan jujur). Substansi perintah ini berlaku secara umum dan sepanjang masa. Yang terikat dengan substansi adalah bentuk itu sendiri, ketika substansi bersifat absolut maka bentuk cenderung lebih relativ memiliki kecenderungan untuk berubah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masanya. Yang dimaksud dengan bentuk di sini adalah metode pencatatan, teknik dan prosedur akuntansi, bentuk akuntansi yang ada di Amerika tentu akan berbeda dengan apa yang ada di Indonesia. Bentuk selalu dipengaruhi dengan objektif (sosial/ekonomi/budaya) oleh karenanya wajar jika bentuk akuntansi di setiap negara berbeda perintah normative yang ada di dalam Al-quran seharusnya dapat dipraktikkan di dalam akuntansi mengingat substansi dari perintah Al-Quran seperti tersebut di atas yang bersifat tetap, namun kemudian ada jarak yang terjadi ketika normative tidak sejalan dengan praktiknya mengingat sifat dari akuntansi itu sendiri yang sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan, pengguna, dan pelakunya.
Dalam konteks ini kita akan merterjemahkan perintah yang ada di dalam Al-Quran dalam rangka mengembangkan bentuk Akuntansi Syariah yang kemudian menunjukkan arah dalam praktik Akuntansi yang sesuai dengan syariah. Pembahasan mengenai Teori Akuntansi Syariah disini tidak dapat dilepaskan dari konteks  faith, knowledge, dan action. Teori akuntansi syariah (knowledge) di sini akan memandu dalam melakukan praktik akuntansi (action) dan dari keterkaitan ini maka keduanya juga tidak  boleh lepas dari unsur ketauhidan (faith). Dalam konteks tadi maka filosofis akuntansi syariah memiliki prinsip :
  1. Humanis  bearti memberikan suatu pengerian bahwa teori akuntansi syariah bersifat manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia dan dapat dipraktikkan oleh manusia dengan segala kemampuannya, dalam artian bahwa praktik akuntansi syariah tidak akan melampaui kemampuan manusia.
  2. Emansipatoris Artinya bahwa teori akuntansi syariah dapat memberikan perubahan dan perbaikan yang signifikan terhadap praktik akuntansi yang ada saat ini.
  3. Transdental maksudnya adalah bahwa teori akuntansi syariah dapat melintas batas disiplin ilmu akuntansi itu sendiri, dengan filosofis ini maka akuntansi syariah dapat memperkaya dirinya dengan disiplin-disiplin ilmu lain seperti : sosiologi, psikologi, antromologi dsb.
  4. Teologikal Dalam konteks ini akuntansi dipandang bukan hanya sebagai alat pengambilan keputusan-keputusan ekonomi semata namun juga sebagai pertanggungjawaban manusia kepada Tuhannya. Prinsip dasar dalam akuntansi syariah ini kemudian perlu diturunkan lagi ke dalam bentuk yang lebih konkret sebagai dasar pembentukan teori akuntansi syariah.
Secara sederhana konsep dasar teori akuntansi syariah ini kemudian menjelaskan bahwa teori akuntansi syariah merupakan instrument atau alat yang dapat dipraktikkan dalam kehidupansehari-hari, namun dalam konteks ini akuntansi syariah sebagai sebuah instrument bersifat fleksibel dan tidak kaku seperti besi sehingga dia dapat menyerap aspek-aspek non materi yangada disekitarnya termasuk aspek sosial, religious, budaya dan ekonomi sehingga praktik akuntansi disini lebih mudah dibangun dan diaplikasikan. Sebagai sebuah instrument yang fleksibel, teori akuntansi syariah membuat dirinya tidak  bersifat eksklusif namun menjadi lebih kritis terhadap teori dan praktik akuntansi modern yang ada, membuatnya dapat memberikan penilaian yang rasional terhadap kelemahan-kelemahan yang ada pada akuntansi modern. Sifat kritis dari akuntansi syariah terhadap akuntansi modern ini kemudian dapat membuatnya mendudukkan aspek-aspek materi dan non-materi yang ada di dalam transaksi ekonomi menjadi lebih adil.
Di dalam sifatnya yang transdental tadi maka teori akuntansi syariah akan mampu menyerap aspek-aspek yang ada di dalam disiplin ilu yang lain untuk dapat membangun dirinya termasuk nilai-nilai yang ada di dalam akuntansi modern itu sendiri sejauh nilai-nilai yang ada di dalam disiplin-disiplin tersebut tidak bertentangan Islam. Karena sifatnya yang fleksibel dan transdental tadi maka teori akuntansi syariah tidak menutup kemungkinan akan pengembangan pemikiran hanya pada sisi-sisi rasional tanpa memberi jalan untuk intusi berperan. Secara substantive teori akuntansi syariah dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam yangdiambil dari Al-Quran dan Hadist. Jadi dalam membangun dirinya maka akuntansi syariah akan berlandaskan kepada kedua hal tersebut
1.Humanis                   a.Instrumental            b.Socio-Economya
2.Emansipatoris         a.Critical                       b.Justice
3.Transdentala.          a.All-Inclusive             b.Rational-Intuitive
4.Teologikal                 a.Ethical                       b.Holistic Welfare

Dasar Hukum Akuntansi Syari’ah
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.

Sekilas Tentang Akuntansi Syari’ah
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Persamaan Akuntansi Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
a.    Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
b.   Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
c.    Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
d.   Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
e.    Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
f.    Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
g.   Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.

Perbedaan Akuntansi Islam dan Akuntansi Konvensional
1.      Perbedaan dari Segi Pengertiannya
           Akuntansi Islam lebih mengarah pada pembukuan, pendataan, kerja dan usaha, kemudian juga perhitungan dan perdebatan (tanya jawab) berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati, dan selanjutnya penentuan imbalan atau balasan yang meliputi semua tindaktanduk dan pekerjaan, baik yang berkaitan dengan keduniaan maupun yang berkaitan dengan keakhiratan.
           Akuntansi konvensional ialah seputar pengumpulan dan pembukuan, penelitian tentang keterangan-keterangan dari berbagai macam aktivitas

2.      Perbedaan dari Segi Tujuannya
            Akuntansi Islam bertujuan menjaga harta yang merupakan hujjah atau bukti ketika terjadi perselisihan, membantu mengarahkan kebijaksanaan, merinci hasil-hasil usaha untuk perhitungan zakat, penetuan hak-hak mitra bisnis dan juga membantu menetapkan imbalan dan hukuman serta penilaian evaluasi kerja dan motivasi
            Akuntansi konvensional menjelaskan utang piutang, untung rugi, sentral moneter dan membantu dalam mengambil ketetapan-ketetapan manajemen

3.      Perbedaan dari Segi Karakteristik
            Akuntansi Islam berdasarkan pada nilai-nilai akidah dan akhlak. Maka sudah menjadi tugas seorang akuntan untuk memberikan data-data dalam membantu orang-orang yang bersangkutan tentang sejauh mana hubungan kesatuan ekonomi dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat Islam dalam bidang muamalah.
Seorang akuntan muslim selalu sadar bahwa ia harus bertanggungjawab di hadapan Allah tentang pekerjaannya, dan ia tidak boleh menuruti keinginan pemilik modal (pemilik proyek) kalau ada langkah-langkah penyelewengan dari hukum Allah serta memutarbalikan fakta (data yang akurat)
Akuntansi konvensional didasarkan pada ordonansi atau peraturan-peraturan dan teori-teori yang dibuat oleh manusia yang memiliki sifat khilaf, lupa, keterbatasan ilmu dan wawasan. Maka konsep itu labil dan tidak permanen
Konsep, sistem, dan teknik akuntansi yang membantu suatu lembaga atau organisasi untuk menjaga agar tujuan fungsi dan operasionalnya berjalan sesuai dengan ketentuan syariah, dapat menjaga hak hal stakeholders yang ada di dalamnya, dan mendorong menjadi lembaga yang dapat encapai kesejahteraan hakiki dunia akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
xa.yimg.com/kq/groups/24927445/.../Sejarah+Akuntansi+Islam.doc

Minggu, 20 Mei 2012

Kronologis Kecelakaan Minggu, 20 Mei 2012

       Hari ini harusnya ikut Daoruh dengan anak SEF di rumah ukhtina Ajeng di daerah Komplek Padjajaran. Berhubung Ira salah satu anggota kami sering lewat depan rumah berniatlah saya nebeng bersamanya. Sebelum ke kampus E untuk berangkat bareng ke rumah Ajeng tadinya saya mau ke Detos pasar pagi dulu ambil pesanan. Jam 7 Ira sudah dateng ke rumah, seperti biasa pamintan sama ibu. Nah samai di daerah Lenteng atas pas belokan ke kiri biasa ya kan mobil angkot pada ngetem untuk nunggu penumpang, ira bermaksud untuk mengambil ke kanan pas belokkan, menghindari macet, Ira melihat dari arah depok tuh sepi ndak ada mobil atau motorlah, nah ternyata ada yang klakson kami dari arah belakang, kami kirakan mobil tersebut pelan karena biasanya daerah situ sering macet karena orang nyebrang. Dddaarr !! ketrabaklah motor kami dari arah kanan, saya yang jatoh duluan dengan posisi duduk, dan ira agak ke depan dan kejatuhan motor. Saat itu saya masih merasa tidak ada apa-apa hanya merasa sesak di dada, dan agak sakit di bagian punggung sepertinya efek kena tas yang isinya ada laptop. Karena dengan kondisi saya yang shock dan lemas, Alhamdulillah di bopong (dipegangin tangannya) sama tukang ojek sekitar.

Saya saat itu bener-bener shock perdana dalam diri saya, panic saya di kasih tempat duduk sama rumah yang disekitar, dan ira belum juga muncul. Akhirnya setelah muncul ternyata sempat ada adu mulut antara tukang ojek dan si supir ini yang membawa mobil, karena dia yang membawa mobil terlalu cepat. Nah saat ditanya dengan si penabrak, karena saya saat itu merasa biasa aja tidak berdarah darah ya saya bilang “saya ga apa-apa”, si penabrak itu minta maaf dan salaman KELAR. Setelah selesai saya mencoba menghubungi ibu. Saya bilang saya kecelakaan tapi masih baik-baik saja karena saya tahu ibu sangat panik sekali. Menunggu jemputan bapak, kamipun saya, ira, dan bapak ke rumah untuk taruh tas dan langsung ke tukang urut H. Nain. Nah tulang ekor saya mulai berasa sakit dan ira mata kaki kanannya agak bermasalah dan sedikit lecet-lecet karena ketiban motor.

Saat di tukang urut, Subhanallah saya nangisnya bukan main, sakit banget pemirsa yah di urut itu, ndak mau kaya begini lagi. Ira juga di urut kakinya, akhirnya saya di perban di bagian pinggang untuk mengembalikan tulang-tulang yang mungkin agak geser. Dan saya difonis tulang ekornya naik. Hhhmm bangetkan rasanya. Selesai diurut kami pulang lagi, cerita kronolisnya sama ibu, yasudah saya agak dimarahi karena kenapa?, saya cuma bilang ndak apa-apa sama yang nabrak, setidaknya saya minta diantarkan kerumah atau ke tukang urutnya, dan si ibu juga kesel tuh yang nabrak ndak punya tanggung jawabnya sama sekali, setidaknya walaupun kami ndak minta bayarin, anterin keq gitu ke rumah tanya alamatnya. Setelah sebentar ira di rumah dia berniat untuk istirahat di rumah saja. Setelah ira pulang ibu menyuruh saya untuk ke dokter takut kenapa- kenapa, yasudah saya ke dokter untuk minta obat antibiotic dan minta rujukan rontgen. Berhubung minggu tutup, yasudah senin saya kembali lagi ke Aji Waras Medical Center. Hasil rontgennya baru bisa diambil selasa. Semoga ndak ada apa-apa. Aamiin

Terjadilah kehebohan di malam harinya, anak sef pada jenguk ke rumah, seneng banget terharu, walau ndak nangis lagi malamnya karena di hibur mereka. Sampe ada kloter 1 dan kloter 2, yang sesi 1 datanglah Mufid, Muchlis, Tesar, Nida, Zifa, Nury, Vie, Jahra. Mereka datang sekitar jam 6 sore- jam 8 malam. Setelah mereka pulang ternyata ada yang sms “susah banget si nyari rumah lo” kaget ternyata masih ada yang datang lagi, hhmm kalau yang ke2 ikhwan semua ada Aldy, bang Bayu, bang Diles, Kahfi, Efan, dan Ricky terharu mereka bawain Ice Cream dan oreo tapi maap lagi ga boleh makan Ice Cream dan minum-minuman dingin, Well tunggu sembuh dulu yah, hehehe.. 

Inti dari cerita ini:
1.      Kalau terjadi kecelakan dan tuh orang berenti mending minta tanggung jawab deh karena biar mereka ndak seenaknya nabrak2 orang.
2.      Yang namanya keluarga pasti saling mendukung dan mendoakan, terima keluarga ku, dan keluarga SEF Gunadarma, terima kasih juga yang udah pada mention dan wall di FB hehehe Love u pull.. J


Kamis, 10 Mei 2012

Resensi Satanic Finance

Judul Buku      : Satanic Finance
Penulis           : A. Riawan Amin
Penerbit         : Celestial Publishing
Tebal             : 150 + xvi halaman

Jika dilihat dari judulnya, Satanic Finance, pasti akan terbesit pertanyaan dan rasa penasaran dalam pikiran kita terhadap isi buku ini. Apa itu satanic finance? Ya, itu adalah sebuah kegiatan keuangan yang dilakukan oleh para setan untuk menyesatkan para manusia dengan cara menghancurkan perekonomian dunia.
Banyak negara berkembang yang sebetulnya kaya akan sumber daya alam, namun kenyataannya malah hidup miskin, kelaparan bahkan dililit hutang yang seakan tak mungkin terbayar. Fenomena itu akhir-akhir ini mungkin sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi diri kita. Apa sebenarnya penyebab dari semua fenomena itu? Apakah semua itu merupakan suatu kebetulan belaka?
Menurut penulis buku ini, fenomena itu sama sekali bukan kebetulan, melainkan sesuatu yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga terlihat seakan-akan itu hanya sebuah kebetulan. Bencana finansial, demikian buku ini menyebutnya merupakan hasil karya para setan dan manusia-manusia yang menjadi agen binaan mereka.
Buku Satanic Finance sengaja dibuat ringkas dengan lima bab yang ditampilkan dengan pokok bahasan saling berkaitan. Bab satu dimulai dengan ilustrasi kisah suku Tukus dan Sukus yang dahulunya hidup sejahtera. Tetapi keadaan tersebut berubah 180 derajat semenjak kolega para setan datang dan menawarkan sistem perekonomian baru. Sudah tentu hasilnya bisa ditebak, sistem baru tersebut membuat perekonomian kedua suku tersebut carut marut. Perangkap tersebut yang dengan cerita dan intensitas yang berbeda terjadi dalam krisis ekonomi di Asia Tenggara.
Para pelaku satanic finance menggunakan pilar yang sering disebut dengan istilah “Three Pilars of Evil” untuk menghisab darah mangsanya khususnya di negara-negara berkembang. Seperti apa yang sudah diilustrasikan sebelumnya. Ketiga pilar tersebut berisi Fiat money, Fractional Reserve Requirement (FRR), dan Interest (bunga).
Penggunaan kertas sebagai alat transaksi ekonomi dalam kehidupan sehari-hari menggantikan koin emas atau biasa disebut dengan istilah Fiat Money turut berperan penting dalam terjadinya inflasi. Bagaimana tidak, uang kertas yang diciptakan tanpa ada didukung (backed) adanya logam mulia seperti emas, sehingga suatu “lembaga” bisa dengan mudah mencetak uang terus menerus untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
Dan, tahukah anda bahwa Bank sentral diseluruh dunia (termasuk kita) hanya menyediakan FRR sebesar 10 % atau cadangan minimal kekayaannya hanya 10% saja. Dimana artinya Bank hanya ada kekayaan sebesar 10 Triliyun (antara lain emas) untuk menciptakan uang sebanyak 100 Triliyun, sehingga apabila semua nasabah mengambil uang simpanan di bank, bank tersebut tidak akan mampu membayar. Demikian pula hanya dengan negara, apabila semua negara menggunakan devisa dollarnya maka banker yang punya dollar tidak akan mampu untuk membayarnya.
Dengan menggunakan sudut pandang penulisan sebagai setan, penulis menjelaskan bagaimana para setan merancang kehancuran sistem ekonomi, siapa saja kolega-kolega yang membantu memperlancar aksi mereka, bagaimana cara mendidik kolega dan kriteria kolega yang mereka pilih, serta trik apa saja yang biasa mereka gunakan.
Bab dua dan bab tiga pada buku ini menjelaskan satu persatu mulai dari bahaya hutang. Hutang dianggap sepele oleh sebagian besar manusia, bahkan dijadikan sebuah kebiasaan. Contohnya penggunaan credit card. Padahal inilah produk unggulan dari para setan dan koleganya yang fungsinya hampir sama seperti fiat money. Mengapa bisa demikian? Tentu saja bisa, karena transaksi dengan credit card adalah transaksi hutang dimana ada keharusan membayar bunga pada saat jatuh tempo dan pembayaran denda jika terlambat membayarnya, sehingga berakibat penggandaan uang yang beredar. Dampak yang lebih ekstrim dari hutang ini adalah terjadinya perbudakan. Dimana pihak yang berkuasa bisa dengan semena-mena memperbudak pihak yang lemah, tentu saja dengan keasaan yang mereka miliki.
Sedangkan pada bab empat, dijelaskan bagaimana solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi konspirasi besar yang telah dideskripsikan sebelumnya yaitu kembali kepada sistem emas. Karena logam mulia ini menempati kedudukan yang tinggi, boleh dibilang seperti mata uang surga ( Heaven’s Currency), karena fungsinya dalam menjaga keadilan yang menjadi salah satu ciri utama penghuni surga. Selain itu emas juga mempunyai sifat yang istimewa dibandingkan dengan logam yang lain, diantaranya tidak bisa diubah dengan bahan kimia lain, emas tidak terpengaruh oleh air dan udara, emas tidak berkarat, termasuk logam lunak sehingga mudah ditempa, dan emas dikenal sebagai logam yang paling berat. Dan satu hal lagi yang menjadikan emas patut dijadikan sebagai alat transaksi yaitu karena nilainya yang stabil anti inflasi, tidak seperti uang kertas.
Terakhir pada bab lima terdapat hal- hal yang tersurat sebagai harapan dari penulis akan adanya para pembebas dari belenggu dan konspirasi yang ada yang dikenall dengan sebutan El Libertador. Merekalah yang melakukan kampanye perlawan terhadap sistem setan yang mencekik. Mereka menyuarakan perlunya sistem baru, sistem yang mana tak lebih merupakan duplikasi terhadap sistem perbankan yang biasa disebut sebagai perbankan Islam. Tidak hanya itu saja, El Libertador mengusung ide menggunakan kembali standard emas. Tentu saja hal itu membuat kegusaran para setan semakin bertambah, karena melalui kedua sistem tersebut ketiga pillar yang sudah didesain oleh para setan dan koleganya dapat dengan mudah dirobohkan.
Buku ini menarik, bukan hanya dari isinya yang menggelitik, tetapi juga karena penuturannya yang segar. Gaya penulisan yang khasdari penulis plus gambar-gambar kartunnya, membuat pembaca seakan-akan berdialog dengan setan.  Konten ekonomi disajikan secara sederhana, nyaris seperti kisah. Pembaca juga disuguhi fakta-fakta yang menyadarkan, apakah kita dipihak korban, atau jangan-jangan dipihak setan. Buku ini penting dibaca, terutama oleh kalangan pemerintahan, anggota dewan, pengamat ekonomi, dosen, mahasiswa, tokoh-tokoh masyarakat, dan siapa pun yang peduli pada kebangkitan bangsa dan negara dari jeratan keuangan setan.

Selamat Membaca Satanic Finance..

Akad Pembiayaan Syariah

Beberapa Akad Pembiayaan Syariah, diantaranya :

1.      Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Produk yang ditawarkan adalah :
1)    Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dan nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah margin/keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Aplikasi: Pembiayaan investasi/barang modal, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor.
2)    Pembiayaan Salam
Pembiayaan salam adalah perjanjian jual-beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu.
Aplikasi: Pembayaran sektor pertanian, dan produk manufakturing.
3)    Pembiayaan Istisna
Pembiayaan istisna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual.
Aplikasi: Pembiayaan konstruksi/proyek/produk manufacturing.

2.         Pembiayaan dengan prinsip sewa, meliputi yaitu:

 1)   Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan ijarah adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa.
Aplikasi: Pembiayaan sewa.
2)    Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina
Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina yaitu perjanjian sewa menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.

3 . Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, yang meliputi:

1)  Pembiayaan Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian nisbah keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Aplikasi: Pembiayaan modal kerja, pembiayaan proyek, pembiayaan ekspor.
2)    Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah adalah perjanjian di antara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Aplikasi: Pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan ekspor.

Fatwa DSN MUI Tentang Pembiayaan Mudharabah, Ijarah, dan Musyarakah

Ketentuan hokum dalam FATWA DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH) ini adalah sebagai berikut :

Pertama          :           Ketentuan Pembiayaan:
  1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
  2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek  (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau  pengelola usaha.
  3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah  pihak (LKS dengan pengusaha).
  4. Mudharib boleh  melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam  managemen perusahaan atau  proyek tetapi  mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
  5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam  bentuk  tunai dan bukan piutang.
  6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau  menyalahi perjanjian.
  7. Pada prinsipnya, dalam  pembiayaan mudharabah tidak ada  jaminan,  namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan  dari mudharib atau pihak ketiga.  Jaminan ini hanya dapat dicairkan  apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal  yang telah disepakati bersama dalam  akad.
  8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
  9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
  10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau  melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau  biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua             :           Rukun dan Syarat Pembiayaan:
  1. Penyedia dana (sahibul  maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
  2. Pernyataan ijab dan qabul  harus dinyatakan oleh para  pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam  mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal  berikut:
a.  Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan  kontrak (akad).
b.      Penerimaan dari penawaran dilakukan  pada saat kontrak.
c.  Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
  1. Modal ialah sejumlah uang  dan/atau aset yang diberikan  oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan  usaha dengan syarat sebagai berikut:
a.       Modal harus diketahui  jumlah dan jenisnya.
b.   Modal dapat berbentuk uang  atau  barang yang dinilai. Jika modal  diberikan  dalam  bentuk aset, maka  aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.    Modal tidak dapat berbentuk piutang  dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam  akad.
  1. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a.       Harus  diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh  disyaratkan hanya untuk satu  pihak.
b.   Bagian  keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui  dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam  bentuk  prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.  Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh  menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau  pelanggaran kesepakatan.
  1. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal  yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal  berikut:
a.   Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.  Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.     Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

Ketiga             :           Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
  1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
  2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
  3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
  4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketentuan hokum dalam FATWA DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN MUSYARAKAH ini adalah sebagai berikut :

Beberapa Ketentuan:
  1. Pernyataan ijab dan qabul  harus dinyatakan oleh para  pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam  mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal  berikut:
a.       Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan  kontrak (akad).
b.      Penerimaan dari penawaran dilakukan  pada saat kontrak.
c.  Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau  dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

  1. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum,  dan memperhatikan hal-hal  berikut:
a.       Kompeten dalam  memberikan atau  diberikan  kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c.     Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam  proses bisnis normal.
d.    Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau  menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

  1. Obyek akad  (modal,  kerja, keuntungan dan kerugian)
a.       Modal
1)  Modal yang diberikan  harus uang  tunai, emas, perak  atau  yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti,  dan sebagainya. Jika modal  berbentuk aset, harus terlebih dahulu  dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau  menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3)      Pada prinsipnya, dalam  pembiayaan musyarakah tidak ada  jaminan,  namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.      Kerja
1) Partisipasi para  mitra dalam  pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi,  kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh  melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya,  dan dalam  hal ini ia boleh  menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2)   Setiap mitra melaksanakan kerja dalam  musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam  organisasi kerja harus dijelaskan dalam  kontrak.
c.       Keuntungan
1)   Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi  keuntungan atau  penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada  jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3)  Seorang mitra boleh  mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau  prosentase itu diberikan  kepadanya.
4)      Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam  akad.
d.      Kerugian
Kerugian  harus dibagi di antara para  mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam  modal.
  1. Biaya Operasional dan Persengketaan.
a.       Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b.     Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ketentuan hokum dalam FATWA DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN IJARAH ini adalah sebagai berikut :

Pertama          :           Rukun dan Syarat Ijarah:

1.    Sighat  Ijarah, yaitu ijab dan qabul  berupa pernyataan dari kedua belah  pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal  atau  dalam  bentuk  lain.
2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa  dan penyewa/pengguna jasa.
3.      Obyek akad  ijarah adalah :
a.       manfaat barang dan sewa; atau
b.      manfaat jasa  dan upah.

Kedua                         :           Ketentuan Obyek Ijarah:

1.      Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2.      Manfaat  barang atau  jasa  harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam  kontrak.
3.      Manfaat  barang atau  jasa  harus yang bersifat  dibolehkan (tidak diharamkan).
4.      Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata  dan sesuai dengan syari’ah.
5.    Manfaat  harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan  mengakibatkan sengketa.
6.    Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas,  termasuk jangka  waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau  identifikasi fisik.
7.  Sewa atau  upah  adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar  nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan  harga dalam  jual beli dapat pula dijadikan  sewa atau  upah  dalam  Ijarah.
8.   Pembayaran sewa atau upah boleh  berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9.   Kelenturan (flexibility) dalam  menentukan sewa atau  upah  dapat diwujudkan  dalam  ukuran waktu, tempat dan jarak.

Ketiga            :           Kewajiban  LKS dan Nasabah dalam  Pembiayaan Ijarah

1.      Kewajiban  LKS sebagai pemberi manfaat barang atau  jasa:
a.       Menyediakan barang yang disewakan atau  jasa  yang diberikan
b.      Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c.       Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2.      Kewajiban  nasabah sebagai penerima manfaat barang atau  jasa:
a.   Membayar sewa atau  upah  dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.      Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya  ringan (tidak materiil)
c.       Jika barang yang disewa rusak,  bukan  karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan  karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam  menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

Keempat    :   

Jika salah satu  pihak tidak menunaikan kewajibannya atau  jika terjadi perselisihan di antara para  pihak, maka  penyelesaiannya dilakukan  melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.


Sumber : MUI (Majelis Ulama Indonesia)

Fatwa DNS MUI Tentang Murabahah, Salam dan Istishna

Ketentuan hukum  dalam  FATWA DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang MURABAHAH ini adalah sebagai berikut :

Pertama            :           Ketentuan Umum Murabahah dalam  Bank Syari’ah:
  1. Bank dan nasabah harus melakukan akad  murabahah yang bebas riba
  2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah  Islam.
  3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
  4. Bank membeli  barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,  dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
  5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
  6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
  7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka  waktu tertentu yang telah disepakati.
  8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau  kerusakan akad  tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
  9. Jika bank hendak mewakilkan  kepada nasabah untuk membeli  barang dari pihak ketiga, akad  jual beli murabahah harus dilakukan  setelah barang, secara prinsip, menjadi  milik bank.
Kedua :           Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
  1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau  aset kepada bank.
  2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli  terlebih dahulu  aset yang dipesannya secara sah  dengan pedagang.
  3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum  janji ter sebut mengikat; kemudian kedua belah  pihak harus membuat kontrak jual beli.
  4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah  untuk membayar uang  muka  saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
  5. Jika nasabah kemudian menolak membeli  barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang  muka  tersebut.
  6. Jika nilai uang  muka  kurang  dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank,  bank dapat meminta kembali  sisa  kerugiannya kepada nasabah
  7. Jika uang  muka  memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang  muka,  maka
a.       jika nasabah memutuskan untuk membeli  barang tersebut, ia tinggal membayar sisa  harga.
b.      jika nasabah batal membeli,  uang  muka  menjadi  milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang  muka  tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketiga :           Jaminan dalam  Murabahah:
  1. Jaminan dalam  murabahah dibolehkan, agar  nasabah serius dengan pesanannya.
  2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat          :           Utang dalam  Murabahah:
  1. Secara prinsip, penyelesaian utang  nasabah dalam  transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan  nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual  kembali  barang tersebut dengan keuntungan atau  kerugian, ia tetap  berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
  2. Jika nasabah menjual  barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir,  ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
  3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima             : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
  1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya
  2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam           : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang JUAL BELI SALAM ini adalah sebagai berikut :

Pertama                   :    Ketentuan tentang Pembayaran:
1.     Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau  manfaat.
2.    Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3.    Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua                      :    Ketentuan tentang Barang:
1.    Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2.    Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3.    Penyerahannya dilakukan kemudian.
4.    Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.    Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6.    Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

Ketiga                      :    Ketentuan tentang Salam Paralel:
Dibolehkan  melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.

Keempat                  :    Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah  disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.   
3.  Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
4.   Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat      kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
5.  Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
      a.    membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
      b.    menunggu sampai barang tersedia.

Kelima                     :    Pembatalan Kontrak:
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak.

Keenam                   :    Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang JUAL BELI ISTISHNA' ini adalah sebagai berikut :

Pertama       :    Ketentuan tentang Pembayaran:
1.    Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
2.    Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3.    Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua         :    Ketentuan tentang Barang:
1.    Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2.    Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3.    Penyerahannya dilakukan kemudian.
4.    Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.    Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6.    Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
7.    Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

Ketiga         :     Ketentuan Lain:
1.    Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
2.   Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.
3.   Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Sumber : MUI (Majelis Ulama Indonesia)